Saat menulis judulnya saja, harus diiringi air mata ╥﹏╥
Berat banget buat nulis yang beginian di blog ini. Tapi demi teman, apa pun akan aku lakukan untuk dia. Apalagi dia adalah teman terbaikku. Beberapa waktu yang lalu dia cerita sama aku tentang keluarganya. Di keluaganya hanya ada dia dan Ibunya. Ayahnya ke mana? Hilang.. bisa dibilang seperti itu. Tujuan dia meminta aku untuk menulis kisahnya adalah agar ayahnya, keluarga ayahnya, orang-orang yang dekat dengan ayahnya membaca tulisanku ini. Jadi dia bisa ketemu lagi dengan ayahnya.. Hehehe.. serasa jadi penulis.. weeeek ˘◡˘
Kita mulai ya..
Namanya Bunga. Dia terlahir dari rahim seorang Ibu yang sangat tegar. Bunga sering menceritakan sosok ibunya seperti itu. Tegar, kuat, sabar, dan sangat penyayang. Bunga adalah satu-satunya harta yang paling berharga yang dimiliki Ibunya. Karena dari pernikahan Ibu dan Ayahnya, hanya ada Bunga. Sebuah keluarga kecil, Ayah, Ibu, dan Bunga. Ketika Bunga lahir, mulai terjadi prahara di keluarga mungil tersebut. Saat Bunga berusia 3 tahun, Ibu dan Ayahnya harus berpisah secara resmi.
Setelah Ibu dan Ayah Bunga berpisah, Ibu Bunga harus bekerja. Tugasnya jadi bertambah, tidak hanya merawat Bunga tetapi harus mencari nafkah. Ibu Bunga tidak mau mengandalkan tunjangan yang diberikan Ayah Bunga karena jelas tidak cukup untuk membeli makanan dan baju untuk Bunga. Apalagi, kiriman dari Ayah Bunga tidak lancar. Pekerjaan apapun dilakukan Ibunya untuk menyambung hidup. Meskipun pekerjaan berat, asalkan halal tidak masalah bagi Ibu Bunga. Demi Bunga. Putri satu-satunya. Harta yang paling berharga.
Hingga suatu hari ketika Bunga sudah berusia 5 tahun, Ibu Bunga mendapat tawaran bekerja sebagai TKI. Bunga pun dititipkan di sebuah keluarga lain (keluarga yang tidak ada hubungan darah). Ibunya sengaja menitipkan Bungan di keluarga itu, karena keluarga tersebut sangat menyayangi Bunga, Kakek dan nenek di rumah itu menganggap Bunga seperti cucunya sendiri. Bunga dan Ibunya harus terpisahkan oleh jarak ribuan kilometer.
Sangat berat... Bagi seorang Ibu, pastinya hal itu sangat sulit. Harus berpisah dengan putri satu-satunya. Melewatkan masa-masa tumbuh kembang Bunga. Tapi hal itu harus dilakukannya untuk mencari sekeping uang agar Bunga bisa hidup lebih baik, agar Bunga lebih bahagia, agar Bunga tidak merasakan kejamnya "kesulitan" seperti yang Ibunya rasakan. Allah Maha Adil... Meskipun Bunga dan Ibunya merasakan takdir yang seperti ini, tapi keberuntungan selalu melekat pada hidup mereka. Keluarga yang merawat Bunga sangat baik. Mereka mendidik Bunga dengan baik dan benar. Memberikan kasih sayang yang begitu hebatnya sehingga meskipun Bunga jauh dari Sang Ibu, dia tidak pernah haus dengan kasih sayang.
Saat Ibunya di luar negeri, sesekali Ayah Bunga menjenguk Bunga di rumah nenek yang merawat Bunga. Setiap 2 tahun sekali, sehabis kontrak kerja Ibu bunga pulang ke Indonesia. Melepas kangen dengan Bunga. Singkat cerita, saat Bunga kelas 6 SD, Ibunya mengajak Bunga silaturrahim ke rumah keluarga Ayah Bunga. Di sana, Bunga mendengar bahwa Ayahnya sudah menikah dengan wanita lain dan saat itu Ibu tiri Bunga sedang hamil. Tentu saja bunga shock. Saat itu Bunga bukan anak TK lagi yang ngga ngerti apa-apa. Dia sudah menginjak remaja. Sedih dan jengkel jadi satu. Jika aku jadi Bunga pun, aku akan merasakan hal yang sama. Siapa yang ngga jengkel. Ayahnya ngga pernah ngasih kabar apa-apa. Tiba-tiba Bunga sudah mau punya adik lagi dari wanita yang ngga Bunga kenal karena Bunga hanya bertemu dengan wanita itu sekali dan Bunga ngga pernah membayangkan wanita itu akan jadi Ibu tirinya. Kejadian itu selalu teringat dalam memori Bunga, sekalipun Bunga harus amnesia, hal itu tidak akan pernah dia lupakan. Mempunyai Ayah yang tidak menganggap keberadaan Bunga sebagai anaknya. Itu kalimat sebagai hadiah pernikahan untuk Ayah Bunga.
Dan lagi-lagi Ibu Bunga yang menenangkan Bunga. Mendengar keluhan Bunga. Memeluk Bunga ketika Bunga menangis. Mengubah air mata Bunga menjadi seulas senyuman yang indah. Itulah Ibu Bunga. Malaikat Tak Bersayap yang Allah kirimkan untuk selalu berada di samping Bunga. Sungguh beruntungnya Bunga memiliki Ibu yang seperti malaikat.
Singkat cerita lagi, Bunga menjadi remaja yang bisa dibilang pandai. Sebagai teman masa kecil Bunga, aku mengakui Bunga adalah remaja yang berprestasi, selalu mendapat peringkat di kelas. Meskipun Bunga tinggal di keluarga orang lain, Bunga tumbuh dengan baik. Di saat anak-anak broken home tumbuh dengan sikap yang bandel dan nakal, Bunga menjadi remaja yang penurut. Bunga pun bersyukur tumbuh di lingkungan yang baik, yang mengajarkan dia untuk menjadi anak yang membanggakan Ibu. Hanya Ibu. Bagi Bunga, sosok seorang Ayah itu tidak pernah terlihat.
Sampai pada suatu hari, nenek yang merawat Bunga meninggal. Bunga pun memutuskan untuk tinggal di keluarga Ayah Bunga. Sekrang giliran Ayahnya yang mengurus dan mencukupi kebutuhan Bunga. Ibu sudah sangat banyak mengorbankan semuanya untuk Bunga. Sungguh berat, ketika Bunga mengatakan hal ini kepada Ibunya. Saat itu Ibu Bunga masih bekerja di luar negeri. Bunga tau, kalimat itu akan membuat Ibunya sedih dan kecewa. Bagaimanapun juga Bunga memahaminya. Ibu Bunga selalu berada di samping Bunga, merawat Bunga sejak dia berada di dalam kandungan, mencukupi kebutuhan bunga, dan melakukan apapun untuk Bunga sampai-sampai harus bekerja di negara orang. Tapi Bunga justru membuat Ibunya merasakan sakit seperti itu. Ketika Bunga menceritakan kepada saya, dia bilang bahwa dia sangat menyesal mengambil keputusan seperti itu. Jika waktu diputar kembali, Bunga tidak akan mengambil keputusan seperti itu lagi.
Meskipun Bunga tinggal di rumah nenek dari Ayah, Bunga tidak bisa bertemu dengan Ayahnya setiap hari. Ayah mengunjunginya saat penerimaan rapor. Makanya Bunga berusaha semaksimal mungkin agar mendapat juara 3 besar di kelas supaya Ayah Bunga mau datang ke sekolah untuk mengambil rapornya. Ibu Bunga bagaimana kabarnya? Sekecewa apapun Ibunya, beliau tetap sabar dan menghargai keputusan Bunga. Tiap hari minggu Ibu menelepon Bunga, menanyakan kabar dan setiap bulan masih memberi uang jajan untuk Bunga. Seharusnya semua yang Bunga butuhkan ditanggung oleh Ayahnya tapi Ibu Bunga kenal siapa ayah Bunga, jadi Ibu pun masih memberikan hak untuk Bunga. Oh.. so sweet banget ya Ibunya Bunga ♥
Singkat cerita lagi, Bunga akhirnya duduk di bangku kuliah. Hal ini membuat bangga Ibunya. Tentu saja. Ibu Bunga bukanlah orang yang berpendidikan tapi dia mempunyai anak yang bisa merasakan bangku kuliah. Bunga kuliah bukan hanya dengan biaya dari Ayahnya, Ibunya pun masih membiayai Bunga. Yang jelas Ibu bangga Bunga bisa kuliah. Apalagi putrinya tidak pernah berurusan dengan hal-hal yang negatif, seperti pergaulan bebas dan sejenisnya. Bunga juga berjilbab, jadi wajar saja dirinya terlindungi dari hal-hal yang negatif seperti itu. Sebagai teman Bunga, aku pun memberikan apresiasi buat dia. Bisa survive dalam keadaan seperti itu. Tentu saja, ini semua karena Ibu Bunga. Iya kan Bung? hehehe
Waktu itu Bunga semester 6, Ibu Tiri Bunga meninggal. Dia meninggalkan dua adik perempuan untuk Bunga. Meskipun Bunga tau, mereka berdua berasal dari rahim yang berbeda, dia tetap menyayangi kedua adiknya. Ayah Bunga pun sendirian, dia jadi sering memperhatikan Bunga. Saat itu Bunga baru merasakan kehadiran Ayah. Bunga mulai mendapat jawaban dari pertanyaannya selama ini, "Ayah itu seperti apa?". Namun sayang, Allah mempunyai rencana lain. Skenario yang lebih indah, mungkin... Ketika bunga mulai merasakan kehadiran figur seorang Ayah, Ayahnya jatuh cinta lagi dengan perempuan lain yang usianya 10 tahun di atas Bunga. Saat Bunga semester 8, sedang mengerjakan skripsi, Ayah Bunga menikah dengan perempuan itu dengan alasan agar kedua adik Bunga yang masih kelas 5 SD dan 6 SD ada yang mengurus. Padahal, sebentar lagi Bunga lulus kuliah, dia juga bisa menjaga dan merawat kedua adiknya. Ayahnya tidak perlu menikah lagi. Kalaupun harus menikah lagi, seharusnya Ayahnya memilih wanita yang seusia dengannya yang mempunyai pengalaman merawat anak. Bukan perempuan yang seharusnya menjadi kakak Bunga. Akhirnya Bunga pun kecewa lagi, dia kehilangan figur seorang ayah. Jawaban itu seolah-olah jawaban semu yang dia peroleh. Sekarang, pertanyaan itu pun kembali muncul. "Ayah itu seperti apa?"
Sekarang Bunga sudah lulus kuliah dan mengabdikan diri di suatu tempat yang sangat jauh dari tempat yang telah memberikannya lukisan kehidupan. Sampai saat ini hubungan Bunga dengan Ayahnya masih jauh, bahkan tidak terlihat. Tidak terlihat Bunga memiliki seorang Ayah. Bagi Bunga, Ayah itu seperti tulisan. Ya, Bunga hanya tau keberadaan Ayahnya dari tulisan nama ayahnya. Sosoknya, kasih sayangnya, perhatiannya, bahkan wajahnya tidak bisa terlihat.
Tapi Bunga sangat sangat sangaaaat beruntung masih memiliki seorang Ibu yang bener-bener Great Mom! Seperti malaikat tak bersayap, yang selalu memberi kedamaian untuk Bunga saat Bunga merasa buruk. Menyediakan bahunya untuk tempat bersandar Bunga ketika Bunga lelah menghadapi ujian-NYA. Memberikan pelukan saat Bunga menangis. Mendengarkan curhatan-curhatan Bunga. Ibu, yang selalu memperhatikan Bunga, melakukan apapun untuk membuat Bunga bahagia. Bahkan Ibu yang selalu merelakan kebahagiaannya hanya untuk membuat Bunga bahagia. Bunga pun berdoa, semoga Allah selalu memberi kesehatan untuk Ibunya supaya beliau juga merasakan kebahagiaan. Saat ini Bunga masih berusaha untuk menuju sebuah sukses. Saat Bunga menjadi orang sukses pasti Ibunya akan bahagia. Hanya itu yang bisa Bunga lakukan untuk Ibunya. Bunga tidak akan pernah sanggup memberikan kebahagiaan yang begitu besar seperti yang diberikan Ibunya. Tapi Bunga akan selalu berusaha membahagiakan Ibunya, itulah janji Bunga.
Itu adalah kisah yang diceritakan Bunga sama aku. Siapapun yang membaca tulisan ini, kisah itu bukanlah imajinasi dari seorang Bunga. Sepenggal cerita tentang kehidupan Bunga. Semoga ada kerabat Ayah Bunga yang membaca tulisan ini sehingga Ayah Bunga tau, bahwa sampai detik ini, Bunga masih ingin tau, "Ayah itu seperti apa..."
Sekian dari aku.... Bunga.. harus tanggung jawab, beliin tishu buat aku yaa.... hiks... ╥﹏╥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar