Jumat, 26 April 2013

Place of My Dedication, Leupung

      Senja di hari ke-12 bulan ke-10 tahun 2012, setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya saya sampai di daerah pengabdian SM-3T, di kecamatan Leupung. Leupung merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Besar, yang menjadi daerah sasaran pelaksanaan program SM-3T. Wilayah Leupung pada umumnya terletak di pesisir pantai.


Pemandangan yang berada di sekitar jalan menuju kecamatan Leupung.
          Saya ditugaskan untuk mengabdi di SMA Negeri 1 Leupung, satu-satunya Sekolah Menengah Atas yang berada di Kecamatan Leupung. SMA Negeri 1 Leupung terletak di Jalan Banda Aceh – Meulaboh KM 18 Gampong Deah Mamplam, yang merupakan pintu gerbang masuk wilayah Leupung dari kota Banda Aceh. Sebelum tragedi Tsunami Aceh, sekolah ini terletak di pinggir pantai. Pasca Tsuanmi, sekolah direlokasikan di daerah perbukitan. Jumlah siswa di sekolah ini hanya 56 dengan 3 ruang kelas, yakni 17 siswa di kelas X, 19 siswa di kelas XI IPA, dan 20 siswa kelas XII IPA.

Gerbang Depan SMA Negeri 1 Leupung yang terletak di gampong Deah Mamplam Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar.
           Sebagian besar siswa yang belajar di SMA Negeri 1 Leupung sudah tidak mempunyai orang tua karena orang tua dan keluarga mereka menjadi korban keganasan Tsunami. Oleh sebab itu karakter dan motivasi yang mereka mereka miliki sangat rendah, tidak seperti anak-anak lainnya yang masih mempunyai keluarga yang membimbing dan memotivasi mereka. Tugas mendidik di wilayah yang seperti itu memang tidak mudah. Banyak tantangan yang harus saya hadapi. Misalnya, ketika saya sudah mempersiapkan materi yang akan saya diskusikan dengan siswa ternyata setelah sampai di kelas, siswa yang hadir hanya 5-7 orang. Ini salah satu hal yang membuat saya harus tetap bersabar dan selalu semangat dalam memberi ilmu untuk mereka.
Suasana ruang kelas saat akan belajar. Hanya ada 7 siswa dalam 1 ruangan.
         Siswa-sisiwi di SMA Negeri 1 Leupung sebagian besar memang mempunyai motivasi yang rendah terhadap kegiatan belajar. Namun di balik itu, mereka mempunyai bakat non akademik, salah satunya di bidang seni, yakni kesenian Rebana dan merangkai bunga.
Rangkaian bunga yang dibuat oleh para siswi kelas XII SMA 1 Leupung
           Rangkaian bunga yang mereka buat, kini berada di sudut ruang kantor guru. Sebagai hiasan sekaligus menunjukkan kepada tamu yang berkunjung ke SMA Negeri 1 Leupung, bahwa di sekolah yang terpencil ini memiliki siswi-siswi yang kreatif. Ya, soal merangkai bunga, siswi-siswi di SMA Negeri 1 Leupung memang jago. Rangkaian bunga di atas terbuat dari bekas gelas air mineral. Gelas air mineral tersebut dipotong-potong membentuk sebuah bunga, kemudian dilapisi cat. Mereka memang memiliki keterammpilan seni yang sangat baik. Memanfaatkan bekas gelas air mineral yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang sangat indah dan menarik.

Penampilan Grup Rebana SMA Negeri 1 Leupung saat Peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW di SMA Negeri 1 Leupung.
         Setelah melakukan latihan selama beberapa hari, akhirnya mereka bisa memberikan penampilan yang maksimal di acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di SMA Negeri 1 Leupung. Mereka membawakan lagu Muhammad, Perdamaian, dan Jilbab Putih. Para tamu undangan, Bapak Ibu Guru, serta seluruh siswa memberikan apresiasi yang tinggi atas penampilan mereka.
         Hal ini menyadarkan saya, bahwa setiap anak memang mempunyai bakat yang berbeda-beda. Tidak semua anak memiliki minat dan bakat dalam bidang akademik, ada beberapa di antara mereka yang lebih menyukai seni, olah raga, ataupun bidang lainnya. Apalagi kondisi lingkungan di Leupung, yang dekat dengan pesisir, memberikan pengaruh terhadap bakat dan minat mereka. Sebagai pendidik, saya tidak bisa memaksa mereka HARUS BISA atau HARUS SUKA terhadap pelajaran di sekolah. Yang bisa saya lakukan adalah memberikan mereka motivasi untuk terus belajar.    
          Beberapa hari yang lalu saya main ke rumah salah satu siswi kelas XII yang belajar di SMA Negeri 1 Leupung. Kebetulan, hari itu hari Minggu, dia sedang membantu orang tuanya menjajakan ikan asin di pinggir jalan. Saya pun pergi ke lapak orang tuanya (saat itu di sana hanya ada Ibu dia yang sedang membersihkan ikan teri yang sudah kering), saya berbincang-bincang dengan si Ibu. Berdasarkan informasi yang saya terima, di daerah Leupung sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan penjual hasil laut. Jika sang suami bertugas mencari ikan dan membersihkan ikan, maka sang istri dan anak mereka mempunyai tugas menjemur ikan asin dan menjajakannya di lapak-lapak pinggir jalan. Lapak ikan asin ini buka sertiap hari dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 22.00. Hari Minggu adalah hari keberuntungan mereka, karena banyak penduduk kota berwisata di Pantai Leupung dan mampir membeli ikan asin yang mereka jajakan.

Lapak-lapak Penjual ikan asin di pinggir Jalan Banda Aceh – Meulaboh
Gampong Pulot Kec. Leupung
         Dengan latar belakang keluarga menengah ke bawah, tempat tinggal berada di pesisir pantai yang merupakan wilayah rawan bencana alam, wajar saja jika masyarakat maupun siswa di daerah Leupung memiliki karakter yang “keras” dan “semau gue”. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya pribadi. Tugas saya yang utama adalah memotivasi mereka untuk semangat belajar dan melanjutkan ke pendidikan tinggi serta mendidik mereka menjadi generasi bangsa yang berjiwa luhur.

          Bagaimana pun juga, pendidikan itu sangat penting. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik juga perekonomian mereka. Ya, siswa-siswa saya yang berada di Leupung harus melanjutkan pendidikannya. Bukan hanya sampai pada tahap Sekolah Menengah Atas, minimal mereka harus duduk di bangku perguruan tinggi. Sangat disayangkan jika mereka berhenti sampai SMA dan menjadi nelayan atau penjual ikan asin.

          Wilayah ini sangat kaya dengan kekayaan alamnya, termasuk hasil laut dan hasil tambang. Ilmu yang mereka peroleh di SMA masih sangat dangkal untuk mengelola kekayaan alam tersebut. Untuk memanfaatkan serta mengolah Sumber Daya Alam di wilayah ini diperlukan Sumber Daya Manusia yang handal dan berkompeten. Tanpa itu, SDA yang kita punyai akan dikuasai oleh orang-orang hebat dari negara lain.

           Sayangnya, minat mereka untuk melanjutkan ke perguruan tinggi sangat kurang. Kendalanya adalah orang tua mereka yang berprofesi sebagai nelayan dan penjual ikan asin tidak sanggup membiayai pendidikan mereka. Selain itu kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan sangat rendah. Menurut mereka, anak-anak mereka sudah memperoleh ijazah SMA saja sudah sangat cukup.

           Ini adalah secuil kisah tentang Leupung yang dapat saya tulis. Semoga member inspirasi untuk pembaca. Semangat mengabdi ^^



Leupung, 26 April 2013
11.19 a.m




Tidak ada komentar:

Posting Komentar